SEJARAH EVOLUSI HINDU
Sejarah evolusi
Hindu merupakan Ilmu sejarah yang mempelajari pertumbuhan agama Hindu,
perkembangan agama Hindu, dan perubahan agama Hindu secara perlahan-lahan dari
masa ke masa berdasarkan fakta-fakta dan data (bukti-bukti) sejarah. Sejarah evolusi
Hindu bertujuan untuk mendapatkan pengertian, pemahaman, pengetahuan tentang
agama Hindu berdasarkan fakta sejarah sejak dari kelahiran, perkembangan dan
perubahannya. Selain itu dengan megetahui bagaimana Hindu berevolusi maka umat Hindu
diharapkan mampu untuk mengetahui keberadaan sekte-sekte yang terdapat dalam
agama Hindu, sehingga konflik yang ditimbulkan oleh perbedaan sekte dapat
dihindari.
Istilah Hindu diambil
dari bahasa Persia (Iran) untuk menyebut lembah Sungai Sindu (pakistan). Sumber-sumber
yang dijadikan rujukan untuk mengetahui perkembangan agama Hindu di India (dalam
bahasa yunani disebut INDICA) meliputi prasasti (peninggalan fisik), dan sastra
(Veda). Hindu sudah berkembang sejak
5000 tahun yang lalu, dan agama Hindu diperkirakan telah mengalami ± 7
kali perubahan akibat beberapa kejadian besar yang menimpa. Perubahan-perubahan
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.
Jaman peradaban lembah Sungai Sindhu (±
3000 SM – 2000 SM)
2.
Jaman Weda (± 2000 SM – 1000 SM)
3.
Jaman Brahmana ( 1000 SM – 300 SM)
4.
Jaman Purana
5.
Jaman Scholastic
(reformasi Hindu)
6.
Jaman Gerakan Bhakti Movement
7.
Jaman Hindu Modern
Sastra (Veda)
sebagai salah satu sumber dalam perkembangannya ditafsirkan menjadi tiga
golongan yaitu :
1.
Golongan Orthodox (tradisional, Klasik).
Pada golongan ini, Veda diterjemahkan
secara ritual (menekankan aspek Yadnya). Tokoh-tokoh golongan orthodox yaitu :
Rsi Sayana, Rsi Udgthar (abad 7 M), Rsi Wyasa.
2.
Golongan Indolog
Pada golongan ini, veda diterjemahkan
seperti pada golongan orthodox namun disertai dengan penelitian. Tokoh-tokoh
Golongan Indolog yaitu : T.H.Graffith, A.C.Das, Tilak, Muller
3.
Golongan Hindu modern
Pada golongan ini, veda diterjemahkan sesuai
dengan perkembangan jaman. Golongan ini dipelopori oleh Swami Dayananda
Saraswati (Arya Samaj).
SIVA CULT (Pemujaan
Siwa)
Pemujaan terhadap
Siwa di daerah Punjab diperkirakan berawal pada ± 3000 SM, hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya peninggalan –peninggalan dalam bentuk Epigrafical Writing (pictorial) di daerah Mohenjodaro. Pemujaan terhadap
Siwa dibuktikan dengan ditemukannya beberapa bukti yaitu : 1). Prototype Dewa
Siwa (Siva Pasupati, Siva Yogiswara, Siva
Yama, Siva Bhairawa, 2). Pemujaan Lingga
Yoni, 3). Pemujaaan Mother Goddes.
Menurut para
arkeolog persembahan yang dilakukan di Mohenjodaro masih dalam bentuk yang
sangat sederhana (Puspam, Patram, Phalam,
Toyam). Selain itu terdapat juga persembahan dalam bentuk binatang (kerbau,
babi, burung, ayam, kambing), darah. Selain hal itu, menurut para arkeolog pada
saat itu manusia juga dijadikan persembahan.
RUDRA CULT (Pemujaan Rudra).
Konsep pemujaan
terhadap Rudra berkembang pada tahun 2000 SM – 1000 SM. Dalam Rg. Veda Rudra
digambarkan dalam bentuk :
·
Dewa yang sangat dahsyat
·
Menakutkan dan kejam
·
Pengasuh dan penyayang
·
Penguasa tumbuh-tumbuhan (herbal, Obat)
·
Tampan, bersih, awet muda
·
Bijaksana, pandai, kuat, gimbal
·
Penakluk yang tak terkalahkan dan memerintah
alam semesta.
SIVA RUDRA CULT (Pemujaan Siva Rudra)
Konsep ini berkembang
pada tahun 800 SM – 600 SM. Konsep Siva Rudra lebih berkembang di Yajur Veda,
hal ini dibuktikan dari Mandala (bab) yang disebut Shata Rudriya (seratus nama Rudra. Di dalam Yajur Veda Adhyaya 16
dari Mandala Shata Rudriya disebut
nama RudraSiva, Girisha, NilaKantha,
Ganapati, Bhawa, Sarwa, Pasupati, Bima, Ugra, Sankara (Dewa yang dermawan),
Sambu (dewa yang ramah tamah), dll.
Berdasar atharwa veda
RudraSiva
sudah mulai naik tingkat. RudraSiva dipuja dan dianggap sebagai dewa tertinggi
(Supreme God) selain itu RudraSiva
dianggap mempunyai manifestasi yaitu sebagai penguasa penjuru mata angin (bali:
pengider-ider). Seperti dalam Atharwa
Veda Kanda 15 Sukta 5 disebutkan penguasa arah timur adalah Bhawa, Selatan adalah Sarwa, Barat adalah Pasupati dan Utara adalah Mahadewa.
Berdasar kitab brahmana
Dalam Kitab Satha Patha Brahmana (100 Bab), mulai
disebut tentang Panca Yadnya, Tri Rna. Dalam perjalannya pemujaan Lingga pada
bangsa Dravida (agama pribumi) mulai luluh kedalam agama Bangsa Arya (Veda),
dan berangsur-angsur berkembang kedalam filsafat yang menolak karater “Phalus” dari Lingga. Selanjutnya kitab ini menghubungkan pemujaan Lingga dengan Siva Rudra.
Berdasar Kitab Sutra
Dalam kitab
ini mulai memuja Siva Rudra dengan upacara besar. Dalam kitab Grya Sutra disebutkan untuk melakukan
pemujaan terhadap Siva Rudra dipersembahkan “shula-gawa” (guling kerbau), dari konsep inilah selanjutnya berkembang menjadi konsep ngaturan guling (bali). Hal ini disebut dalam kitab “Aswalayana Grya Sutra”, selain itu dalam
kitab ini disebutkan Siva Rudra bersthana pada pohon beringin.
Berdasar kitab Upanisad
Dalam kitab Sweta Swatara (Kitab pemuja Siwa)
disebutkan Siva Rudra sebagai personal
god yang aktif mengganti impersonal
god. Dalam kitab itu juga menegaskan bahwa yang ada hanya Rudra yang
tunggal dan tidak ada yang lain, yang memerintah alam semesta. Ia adalah Atma
dari segala manusia, Pencipta dan pelindungnya.
MUNCULNYA SEKTARIAN (600 SM – 300 SM)
Pada masa ini
memiliki ciri-ciri yaitu banyaknya upacara yang rumit, korban binatang,
ariestokrat, catur warna, bahasa sansekerta (brahmanisme). Pada abad ini muncul
golongan heterodoxsects (menentang
weda) yaitu :
1. Charwaka
dengan ajaran “lokayak” (hedonisme),
keduniawian.
2. Mahawira
dengan ajaran “jaina” (menekankan
pada Ahimsa)
3. Sidharta
Gautama dengan ajaran Budha
4. Ajiwikas
/ prawajawikas dengan ajaran yang menganggap semua terjadi karena nasib (vatalisme)
Akibat perkembangan
golongan heterodoxsects kemudian
munculah berbagai macam sekte, diantaranya : 1. Sekte siva (siva sebagai yang
tertinggi), 2. Bhagavata Vasudewa (wisnu sebagai yang tertinggi), 3. Sakta (
Sakti / Durga sebagai yang tertinggi), 4. Sora (Surya sebagai yang teringgi),
5. Ganapatya (Ganesha sebagai yang tertinggi), 6. Brahmanis.
Kelima sekte
tersebut (Siva, Bhagavata, Sakta, Sora
dan Ganapatya) kemudian dikenal
dengan Panca Saka yang merupakan
cikal bakal konsep Tri Murti di India.
PERKEMBANGAN SIWA SIDHANTA
Konsep Siwa
Sidhanta lahir dari persatuan ajaran Tantrayana dan Siwaisme ( Siwa Sidhanta, Siwa Pasupata, Siwa Bhairawa,
Siwa Kapalika, Siwa Muka Lingga).
Ajaran Tantrayana
berkembang pada tahun 500 SM, Tantrayana adalah suatu ajaran yang menekankan
untuk melakukan persembahaan sarana Panca Tattwa dan dengan Sadhana, Yoga dan Bhakti
atas anugerah Siwa maka Sidhi (Moksa) dapat dicapai.
Ciri-ciri ajarannya yaitu :
1. Sarana
Panca Tattwa (Panca Makara)
Sarana adalah
alat bantuan untuk mencapai kesempurnaan hidup sebagai jalan untuk mencapai Sidhi,
hal ini dijelaskan pada kitab “Kularnawa
Tantra”. Panca Tattwa ini dikatakan sebagai unsur yang penting dalam memuja
unsur Tuhan. Panca Tattwa terdiri dari : a). Madham (minuman keras, arak, brem), b). Mamsam (daging), c). Matsyam
(ikan), d). Mudra (kacang-kacangan,
biji, buah), e).maithunam (porosan, pelas).
Selanjutnya Kularnawa Tantra menyebutkan :
”panca tattwa bina puja abhicara kalpate
nista siddhir bhawet tasya vighnas tasya pade pade”
Artinya :
Suatu pemujaan apapun yang tanpa mempersembahkan Panca
Tattwa [daging, ikan, arak, brem, biji (nasi) dan porosan (pelas)] akan membawa
malapetaka dan persembahan tidak berguna, layaknya biji kacang yang ditabur di
atas tanah maka biji itu tidak akan tumbuh.
Konsep
Panca Tattwa merupakan simbol ajaran yoga yaitu :
Ø
Madha (arak) merupakan simbol dari Dhyana
Ø
Mamsa (daging) merupakan simbol dari Pratihara
Ø
Matsya (ikan) merupakan simbol Dharana
Ø
Mudra (biji) merupakan simbol Pranayama
Ø
Maituna (persatuan) merupakan simbol Samadhi
2. Sadhana
(alat pencapaian)
Sadhana merupakan
disiplin spiritual yang dapat membantu bhakta untuk mencapai Sidhi (moksa). Sadhana
meliputi :
Ø
Guru (nabe)
Ø
Madiksa (Mawinten)
Ø
Mantra (bija mantra)
Ø
Japa
Ø
Puja
Ø
Padupan
Ø
Yantra (Rerajahan)
Ø
Nyasa (banten)
Ø
Mudra
Ø
Yoga
Ø
Pelinggih
3. Sapta
Cara
sapta cara
adalah tujuh tingkatan untuk mencapai kesucian, yaitu :
1.
Vedacara (mekidung, membuat banten, tari sakral)
2.
Visnucara (mulai melakukan
paantangan-pantangan/mebrata)
3.
Sivacara (menghapal mantra-mantra)
4.
Wamacara (ilmu kiri/pengiwa)
5.
Daksinacara (ilmu kanan/ panengen)
6.
Sidhantacara (madiksa, menekankan kesucian)
7.
Kulacara (manunggaling kawula gusti)
4. Panca
dewata
5. Sakti
6. Sidhi
7. Moksa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar