Pages - Menu

Minggu, 21 Desember 2014

Sekilas tentang Evolusi Agama Hindu



SEJARAH EVOLUSI HINDU

Sejarah evolusi Hindu merupakan Ilmu sejarah yang mempelajari pertumbuhan agama Hindu, perkembangan agama Hindu, dan perubahan agama Hindu secara perlahan-lahan dari masa ke masa berdasarkan fakta-fakta dan data (bukti-bukti) sejarah. Sejarah evolusi Hindu bertujuan untuk mendapatkan pengertian, pemahaman, pengetahuan tentang agama Hindu berdasarkan fakta sejarah sejak dari kelahiran, perkembangan dan perubahannya. Selain itu dengan megetahui bagaimana Hindu berevolusi maka umat Hindu diharapkan mampu untuk mengetahui keberadaan sekte-sekte yang terdapat dalam agama Hindu, sehingga konflik yang ditimbulkan oleh perbedaan sekte dapat dihindari.
Istilah Hindu diambil dari bahasa Persia (Iran) untuk menyebut lembah Sungai Sindu (pakistan). Sumber-sumber yang dijadikan rujukan untuk mengetahui perkembangan agama Hindu di India (dalam bahasa yunani disebut INDICA) meliputi prasasti (peninggalan fisik), dan sastra (Veda). Hindu sudah berkembang sejak 5000 tahun yang lalu, dan agama Hindu diperkirakan telah mengalami ± 7 kali perubahan akibat beberapa kejadian besar yang menimpa. Perubahan-perubahan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.       Jaman peradaban lembah Sungai Sindhu (± 3000 SM – 2000 SM)
2.       Jaman Weda (± 2000 SM – 1000 SM)
3.       Jaman Brahmana ( 1000 SM – 300 SM)
4.       Jaman Purana
5.       Jaman Scholastic (reformasi Hindu)
6.       Jaman Gerakan Bhakti Movement
7.       Jaman Hindu Modern
Sastra (Veda) sebagai salah satu sumber dalam perkembangannya ditafsirkan menjadi tiga golongan yaitu :
1.       Golongan Orthodox (tradisional, Klasik).
Pada golongan ini, Veda diterjemahkan secara ritual (menekankan aspek Yadnya). Tokoh-tokoh golongan orthodox yaitu : Rsi Sayana, Rsi Udgthar (abad 7 M), Rsi Wyasa.
2.       Golongan Indolog
Pada golongan ini, veda diterjemahkan seperti pada golongan orthodox namun disertai dengan penelitian. Tokoh-tokoh Golongan Indolog yaitu : T.H.Graffith, A.C.Das, Tilak, Muller
3.       Golongan Hindu modern
Pada golongan ini, veda diterjemahkan sesuai dengan perkembangan jaman. Golongan ini dipelopori oleh Swami Dayananda Saraswati (Arya Samaj).

SIVA CULT (Pemujaan Siwa)
Pemujaan terhadap Siwa di daerah Punjab diperkirakan berawal pada ± 3000 SM, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan –peninggalan dalam bentuk Epigrafical Writing (pictorial) di daerah Mohenjodaro. Pemujaan terhadap Siwa dibuktikan dengan ditemukannya beberapa bukti yaitu : 1). Prototype Dewa Siwa (Siva Pasupati, Siva Yogiswara, Siva Yama, Siva Bhairawa, 2). Pemujaan Lingga Yoni, 3). Pemujaaan Mother Goddes.
Menurut para arkeolog persembahan yang dilakukan di Mohenjodaro masih dalam bentuk yang sangat sederhana (Puspam, Patram, Phalam, Toyam). Selain itu terdapat juga persembahan dalam bentuk binatang (kerbau, babi, burung, ayam, kambing), darah. Selain hal itu, menurut para arkeolog pada saat itu manusia juga dijadikan persembahan.
RUDRA CULT (Pemujaan Rudra).
Konsep pemujaan terhadap Rudra berkembang pada tahun 2000 SM – 1000 SM. Dalam Rg. Veda Rudra digambarkan dalam bentuk :
·         Dewa yang sangat dahsyat
·         Menakutkan dan kejam
·         Pengasuh dan penyayang
·         Penguasa tumbuh-tumbuhan (herbal, Obat)
·         Tampan, bersih, awet muda
·         Bijaksana, pandai, kuat, gimbal
·         Penakluk yang tak terkalahkan dan memerintah alam semesta.
SIVA RUDRA CULT (Pemujaan Siva Rudra)
Konsep ini berkembang pada tahun 800 SM – 600 SM. Konsep Siva Rudra lebih berkembang di Yajur Veda, hal ini dibuktikan dari Mandala (bab) yang disebut Shata Rudriya (seratus nama Rudra. Di dalam Yajur Veda Adhyaya 16 dari Mandala Shata Rudriya disebut nama RudraSiva, Girisha, NilaKantha, Ganapati, Bhawa, Sarwa, Pasupati, Bima, Ugra, Sankara (Dewa yang dermawan), Sambu (dewa yang ramah tamah), dll.
Berdasar atharwa veda
RudraSiva sudah mulai naik tingkat. RudraSiva dipuja dan dianggap sebagai dewa tertinggi (Supreme God) selain itu RudraSiva dianggap mempunyai manifestasi yaitu sebagai penguasa penjuru mata angin (bali: pengider-ider). Seperti dalam Atharwa Veda Kanda 15 Sukta 5 disebutkan penguasa arah timur adalah Bhawa, Selatan adalah Sarwa, Barat adalah Pasupati dan Utara adalah Mahadewa.
Berdasar kitab brahmana
Dalam Kitab Satha Patha Brahmana (100 Bab), mulai disebut tentang Panca Yadnya, Tri Rna. Dalam perjalannya pemujaan Lingga pada bangsa Dravida (agama pribumi) mulai luluh kedalam agama Bangsa Arya (Veda), dan berangsur-angsur berkembang kedalam filsafat yang menolak karater “Phalus” dari Lingga. Selanjutnya kitab ini menghubungkan pemujaan Lingga dengan Siva Rudra.
Berdasar Kitab Sutra
Dalam kitab ini mulai memuja Siva Rudra dengan upacara besar. Dalam kitab Grya Sutra disebutkan untuk melakukan pemujaan terhadap Siva Rudra dipersembahkan “shula-gawa” (guling kerbau), dari konsep inilah selanjutnya berkembang  menjadi konsep ngaturan guling (bali). Hal ini disebut dalam kitab “Aswalayana Grya Sutra”, selain itu dalam kitab ini disebutkan Siva Rudra bersthana pada pohon beringin.
Berdasar kitab Upanisad
Dalam kitab Sweta Swatara (Kitab pemuja Siwa) disebutkan Siva Rudra sebagai personal god yang aktif mengganti impersonal god. Dalam kitab itu juga menegaskan bahwa yang ada hanya Rudra yang tunggal dan tidak ada yang lain, yang memerintah alam semesta. Ia adalah Atma dari segala manusia, Pencipta dan pelindungnya.
MUNCULNYA SEKTARIAN (600 SM – 300 SM)
Pada masa ini memiliki ciri-ciri yaitu banyaknya upacara yang rumit, korban binatang, ariestokrat, catur warna, bahasa sansekerta (brahmanisme). Pada abad ini muncul golongan heterodoxsects (menentang weda) yaitu :
1.       Charwaka dengan ajaran “lokayak” (hedonisme), keduniawian.
2.       Mahawira dengan ajaran “jaina” (menekankan pada Ahimsa)
3.       Sidharta Gautama dengan ajaran Budha
4.       Ajiwikas / prawajawikas dengan ajaran yang menganggap semua terjadi karena nasib (vatalisme)
Akibat perkembangan golongan heterodoxsects kemudian munculah berbagai macam sekte, diantaranya : 1. Sekte siva (siva sebagai yang tertinggi), 2. Bhagavata Vasudewa (wisnu sebagai yang tertinggi), 3. Sakta ( Sakti / Durga sebagai yang tertinggi), 4. Sora (Surya sebagai yang teringgi), 5. Ganapatya (Ganesha sebagai yang tertinggi), 6. Brahmanis.
Kelima sekte tersebut (Siva, Bhagavata, Sakta, Sora dan Ganapatya) kemudian dikenal dengan Panca Saka yang merupakan cikal bakal konsep Tri Murti di India.
PERKEMBANGAN SIWA SIDHANTA
Konsep Siwa Sidhanta lahir dari persatuan ajaran Tantrayana dan Siwaisme ( Siwa Sidhanta, Siwa Pasupata, Siwa Bhairawa, Siwa Kapalika, Siwa Muka Lingga).
Ajaran Tantrayana berkembang pada tahun 500 SM, Tantrayana adalah suatu ajaran yang menekankan untuk melakukan persembahaan sarana Panca Tattwa dan dengan Sadhana, Yoga dan Bhakti atas anugerah Siwa maka Sidhi (Moksa) dapat dicapai.
Ciri-ciri ajarannya yaitu :
1.       Sarana Panca Tattwa (Panca Makara)
Sarana adalah alat bantuan untuk mencapai kesempurnaan hidup sebagai jalan untuk mencapai Sidhi, hal ini dijelaskan pada kitab “Kularnawa Tantra”. Panca Tattwa ini dikatakan sebagai unsur yang penting dalam memuja unsur Tuhan. Panca Tattwa terdiri dari : a). Madham (minuman keras, arak, brem), b). Mamsam (daging), c). Matsyam (ikan), d). Mudra (kacang-kacangan, biji, buah), e).maithunam (porosan, pelas).
Selanjutnya Kularnawa Tantra menyebutkan :
        ”panca tattwa bina puja abhicara kalpate nista siddhir bhawet tasya vighnas tasya pade pade”
Artinya :
Suatu pemujaan apapun yang tanpa mempersembahkan Panca Tattwa [daging, ikan, arak, brem, biji (nasi) dan porosan (pelas)] akan membawa malapetaka dan persembahan tidak berguna, layaknya biji kacang yang ditabur di atas tanah maka biji itu tidak akan tumbuh.
                Konsep Panca Tattwa merupakan simbol ajaran yoga yaitu :
Ø  Madha (arak) merupakan simbol dari Dhyana
Ø  Mamsa (daging) merupakan simbol dari Pratihara
Ø  Matsya (ikan) merupakan simbol Dharana
Ø  Mudra (biji) merupakan simbol Pranayama
Ø  Maituna (persatuan) merupakan simbol Samadhi
2.       Sadhana (alat pencapaian)
Sadhana merupakan disiplin spiritual yang dapat membantu bhakta untuk mencapai Sidhi (moksa). Sadhana meliputi :
Ø  Guru (nabe)
Ø  Madiksa (Mawinten)
Ø  Mantra (bija mantra)
Ø  Japa
Ø  Puja
Ø  Padupan
Ø  Yantra (Rerajahan)
Ø  Nyasa (banten)
Ø  Mudra
Ø  Yoga
Ø  Pelinggih
3.       Sapta Cara
sapta cara adalah tujuh tingkatan untuk mencapai kesucian, yaitu :
1.       Vedacara (mekidung, membuat banten, tari sakral)
2.       Visnucara (mulai melakukan paantangan-pantangan/mebrata)
3.       Sivacara (menghapal mantra-mantra)
4.       Wamacara (ilmu kiri/pengiwa)
5.       Daksinacara (ilmu kanan/ panengen)
6.       Sidhantacara (madiksa, menekankan kesucian)
7.       Kulacara (manunggaling kawula gusti)
4.       Panca dewata
5.       Sakti
6.       Sidhi
7.       Moksa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar