Pages - Menu

Jumat, 19 Desember 2014

HUBUNGAN ILMU DAN AGAMA



HUBUNGAN ILMU DAN AGAMA
A. Pendahuluan
Selama abad yang lalu, dan sebagian abad sebelumnya, tersebar luas pandangan bahwa ada pertentangan yang tidak dapat didamaikan antara ilmu dan agama. Pandangan yang dianut oleh tokoh zaman itu adalah bahwa sudah saatnya iman digantikan oleh pengetahuan. Iman yang tidak bersandar pada pengetahuan adalah takhayul, dan karenanya harus ditolak. Menurut konsepsi ini (rasionalis ekstrim), fungsi satu-satunya pendidikan adalah untuk membuka jalan kepada segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh pemikiran manusia 
   Ketika seseorang menyadari bahwa untuk mencapai suatu tujuan diperlukan suatu cara, di situ cara itu sendiri sudah menjadi tujuan. Meskipun demikian, berpikir semata tidak dapat menjadi suatu kepekaan atau rasa akan tujuan akhir. Pada bagian  inilah tampaknya peranan terpenting yang harus dimainkan oleh agama dalam kehidupan sosial manusia. Yaitu, untuk memperjelas tujuan dan penilaian fundamental, dan untuk menancapkannya dalam kehidupan emosional manusia yang kemudian muncul sebagai tradisi yang kuat, yang mempengaruhi perilaku, harapan-harapan, dan penilaian anggotanya tanpa harus menemukan justifikasi bagi keberadaannya. Tujuan-tujuan itu maujud tanpa melalui pembuktian atau demonstrasi, tetapi melalui semacam pewahyuan, dengan perantaraan pribadi-pribadi tangguh. Tak perlu menjustifikasinya, tetapi yang penting adalah merasakan hakikatnya, secara sederhana dan jernih.
Pada saat ini, meskipun wilayah agama dan ilmu masing-masing sudah saling membatasi dengan jelas, namun bagaimanapun juga ada hubungan dan ketergantungan timbal balik yang amat kuat di antara keduanya. Meskipun agama adalah yang menentukan tujuan, namun dalam perkembangannya, agama telah berkembang dalam arti luas, yaitu mengadopsi dari ilmu tentang cara-cara apa yang akan menyumbang pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya. Dan ilmu hanya dapat diciptakan oleh mereka yang telah teri-lhami oleh aspirasi terhadap kebenaran dan pemahaman. Sumber perasaan ini, tumbuh dari wilayah agama. Termasuk juga disini adalah kepercayaan akan kemungkinan bahwa pengaturan yang absah bagi dunia kemaujudan ini bersifat rasional, yaitu dapat dipahami nalar.  Keadaan ini dapat diungkapkan dengan suatu citra ; ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta.
  
B. HUBUNGAN ANTARA ILMU DAN AGAMA
Perkembangan pemikiran manusia telah membawa perbedaan tingkat pemahaman dalam memandang suatu objek. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kecerdasan, pola pikir dan sudut pandang yang berbeda-beda dalam memandang suatu hal. Ada beberapa pandangan para ahli tentang hubungan ilmu dan agama, terkadang ilmu dan agama dianggap sebagai hal yang saling bertolak belakang, namun ada juga yang beranggapan bahwa agama dan ilmu pengetahuan dapat selaras dalam mengkaji suatu kebenaran. 
Ada beberapa anggapan  tentang kaitan ilmu pengetahuan dan agama. 1). Konflik, yaitu mengangap  Ilmu dan Agama  bertentangan dalam memberi pernyataan pada domain yang sama. 2). Independensi yaitu menganggap Ilmu dan Agama  terpisah, tidak mementingkan diri sendiri dan tidak saling mencampuri, ilmu dan agama memiliki ruang lingkup yang berbeda-beda. 3). Dialog, yaitu menganggap Ilmu dan Agama  sebagai mitra dialog dalam mengkaji persoalan-persoalan dunia. 4). integrasi yaitu menganggap ilmu dan agama saling terkait (menyatu) hal ini   berangkat dari tradisi keagamaan tertentu, dan beragumen bahwa beberapa keyakinan  dapat dirumuskan  kembali dengan penjelasan ilmiah, sehingga muncul istilahIlmu tanpa Agama adalah Pincang, Agama tanpa Ilmu adalah Buta”.

Munculnya perbedaan anggapan tersebut disebabkan oleh kriteria-kriteria yang menjadi ciri ilmu pengetahuan dan agama itu sendiri. Secara umum Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang (1) disusun metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang (2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Batas penjelajahan ilmu sempit sekali, hanya sepotong atau sekeping saja dari sekian permasalahan kehidupan manusia, bahkan dalam batas pengalaman manusia itu, ilmu hanya berwenang menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Sedangkan agama Melihat alam dalam kaitan dengan kenyataan  dan penghayatan  eksistensial. Bukan kebenaran faktual, tetapi kebenaran transendetal hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk dapat memahami dan mendalami secara radikal integral daripada segala sesuatu yang ada mengenai : 1). Hakekat tuhan, 2). Hakikat alam semesta, dan 3). Hakikat manusia termasuk sikap manusia terhadap hal tersebut sebagai konsekuensi logis daripada pahamnya tersebut.  
 Dalam Rg. Veda I.164.46 disebutkan bahwa “Agama dan Ilmu Pengetahuan  sama-sama alat untuk mendekati kebenaran yang merupakan sifat kuasa Tuhan”. Dari petikan tersebut dapat disimpulkan bahwa agama dan ilmu pengetahuan berjalan bersama dan bersifat saling melengkapi (komplementer) untuk mencari dan mengkaji suatu kebenaran. Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari hal yang bersifat nyata / riil (dapat ditangkap oleh indria) dan hal yang bersifat abstrak ( hanya dapat ditangkap oleh perasaan), berdasar hal tersebut ilmu pengetahuan dan agama diperlukan untuk membedah suatu fenomena sesuai dengan bidang kajian. 
Umat hindu yakin segala sesuatu berasal dari kekuatan absolut (brahman), tidak ada hal yang lepas dari kekuatan brahman. Ilmu pengetahuan merupakan suatu cara yang dberikan untuk mengkaji suatu kebenaran dalam menjalani proses kehidupan. 
Somanadum swaranam krnuhi brahmanaspate
Kaksi wantam ya ausijah

Artinya :

O...Tuhan penjaga atau arah mula Weda, jadikanlah aku, sebagai seorang anak dari orang yang pandai memiliki kemampuan yang berbagai macam untuk mendapatkan pengetahuan, sebagai orang yang akan mengamalkan perintah dan sebagai seorang yang memenuhi tujuan pendidikan. (Yajur Weda. II.28)
Sikap yakin kepada kebenaran absolut (agama) tidak menahan manusia menggunakan akal budi dan fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu.  Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pengetahuan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis,  sistematis dan  koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
Pada hakikatnya kelahiran cara berfikir ilmiah itu merupakan suatu revolusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan, karena sebelum itu manusia lebih banyak berpikir menurut gagasan-gagasan magic dan mitologi yang bersifat gaib dan tidak rasional. Dengan berilmu dan berfilsafat manusia ingin mencari hakikat kebenaran daripada segala sesuatu Dalam berkelana mencari pengetahuan dan kebenaran itu menusia pada akhirnya tiba pada kebenaran yang absolut atau yang mutlak yaitu ‘Causa Prima’ daripada segala yang ada yaitu Tuhan Maha Pencipta, Maha Besar, dan Mengetahui. 
Manusia adalah mahluk pencari kebenaran, dalam mencari kebenaran itu manusia selalu bertanya. Dalam kenyataannya makin banyak manusia makin banyaklah pertanyaan yang timbul. Manusia ingin mengetahui perihal sangkanparan-nya, asal mula dan tujuannya, perihal kebebasannya dan kemungkinan-kemungkinannya. Dengan sikap yang demikian itu manusia sudah menghasilkan pengetahuan yang luas sekali yang secara sistematis dan metodis telah dikelompokan ke dalam berbagai disiplin keilmuwan, sehingga dapat disimpulkan dari keyakinan manusia untuk mencari suatu kebenaran (agama) kemudian munculah berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan (ilmu). 
C. KESIMPULAN
Dalam masyarakat ada beberapa pendapat mengenai hubungan antara agama dan ilmu, yang dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu :
  1. Mereka yang beranggapan bahwa agama adalah agama, ilmu adalah ilmu, tidak dapat disatukan dalam kesatuan yang akan dijadikan petunjuk jalan di dunia ini. Mereka bersikap netral, jadi seseorang boleh memilih salah satu diantaranya dalam mengarungi kehidupan.
  2. Mereka yang hanya percaya kepada benda-benda saja, seperti orang orang Carvaka. Mereka hanya hidup untuk satu kali saja, oleh karena itu nikmatilah hidup sepuas-puasnya.
  3. Mereka yang hanya percaya dengan agama. Mereka tidak menerima hasil-hasil ilmu sehingga kehidupan menjadi statis dan tidak ada perubahan.
  4. Mereka yang mempercayai kedua-duanya, agama dan ilmu sekaligus. Agama sebagai pedoman dan ilmu sebagai pengerak.
Agama menunjukan jalan kepada manusia, agar ia senantiasa mengikuti tuntunan Sang Hyang Widhi Demi keselamatanya. Ilmu memberikan manusia kemampuan agar ia lebih berhasil menaikan kesejahteraan jasmani dan rohaninya. Dalam kitab suci weda terdapat sejumlah sloka yang memberikan bimbingan kepada para ilmuan agar mereka dapat memanfaatkan alam dengan tetap berpedoman kepada dua hal yaitu : hasil-hasil dari alam hendaknya dipergunakan bagi kesejahteraan manusia dan semua yang hidup di dunia ini, dan dalam mengelola alam selalu berpedoman kepada kelestarian dan kesehatan alam tersebut. Bila ketentuan itu dipenuhi maka kesejahteraan akan tercipta, namun apabila ilmu (teknologi) dikembangkan tanpa bimbingan agama maka kehancuran alam niscaya segera terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar