A.
Ajaran Bhakti Sejati
Kata Bhakti (Bahasa Sanskerta) berarti
pengabdian atau bagian (Monier: 2008). Dalam praktik Hinduisme menandakan suatu keterlibatan aktif oleh seseorang dalam
memuja Yang Mahakuasa. Istilah bhakti sering diterjemahkan sebagai pengabdian, meskipun kata
partisipasi semakin sering digunakan sebagai istilah yang lebih akurat, karena
menyampaikan sesuatu yang hubungan dekat dengan Tuhan. Orang yang melakukan bhakti disebut bhakta,
sementara bhakti sebagai jalan spiritual disebut sebagai bhakti marga
atau jalan bhakti.
Bhakti sejati adalah sujud,
memuja, hormat setia, taat, memperhambakan diri dan kasih sayang, sebenarnya,
tekun, sungguh-sungguh berdasarkan rasa, cinta, dan kasih yang mendalam memuja
Ida Sang Hyang Widhi atau yang dipujanya. Bhakti sejati adalah pemujaan yang
dilakukan seseorang kepada yang dipujanya dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa
hormat, cinta kasih yang mendalam untuk memohon kerahayuan bersama.
Jalan untuk
mendekatkan diri kepada Hyang Widhi Wasa ada empat
cara/jalan yang sering disebut dengan Catur Marga yang diantaranya karma marga yaitu berbakti dengan
cara berbuat/bekerja,
Bhakti marga yaitu berbhakti dengan cara melakukan persembahan/sujud bhakti,
jnana marga yaitu berbhakti dengan cara mentransfer ilmu pengetahuan yang kita miliki,
dan raja marga yaitu berbhakti dengan cara mempraktekkan ajaran-ajaran agama
seperti melakukan tapa, bratha, yoga dan samadhi.
B.
Bagian-bagian Ajaran
Bhakti Sejati
Kitab
Bhagavata Purana VII.5.23 menyebutkan ada
9 jenis bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut
dengan istilah Navavidha bhakti, diantaranya:
1.
Srawanam
yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan cara membaca atau mendengarkan
hal-hal yang bermutu seperti pelajaran/ceramah keagamaan, cerita-cerita
keagamaan dan nyanyian-nyanyian keagamaan, membaca kitab-kitab suci.
2. Kirtanam
yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan jalan menyanyikan kidung suci
keagamaan atau kidung suci yang mengagungkan kebesaran Tuhan dengan penuh
pengertian dan rasa bhakti yang ikhlas serta benar-benar menjiwai isi kidung
tersebut.
3. Smaranam
adalah cara berbhakti kepada Tuhan dengan cara selalu ingat kepada-Nya,
mengingat nama-Nya, bermeditasi. Setiap indera kita menikmati sesuatu, kita
selalu ingat bahwa semua itu adalah anugrah dari Tuhan. Cara yang khusus untuk
selalu mengingat Beliau adalah dengan mengucapkan salah satu gelar Beliau
secara berulang-ulang misalnya: “Om Nama Siwa ya”. Pengucapan yang
berulang-ulang ini disebut dengan japa atau japa mantra.
4. Padasevanam
yaitu dengan memberikan pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, termasuk
melayani, menolong berbagai mahkluk ciptaannya.
5.
Arcanam
yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara memuja keagungan-Nya.
6.
Vandanam
yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan jalan melakukan sujud dan kebhaktian.
7. Dhasyam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara melayani-Nya dalam pengertian mau
melayani mereka yang memerlukan pertolongan dengan penuh keiklasan.
8. Sukhyanam yaitu memandang Tuhan Yang Maha Esa sebagai sahabat sejati, yang memberikan
pertolongan ketika dalam bahaya.
9.
Atmanivedanam
adalah berbhakti kepada Tuhan dengan cara menyerahkan diri sepenuhnya kehadapan
Hyang Widhi. Seseorang yang menjalankan bhakti dengan cara ini akan melakukan
segala sesuatunya sebagai persembahan kepada Tuhan.
Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa seseorang yang mengikuti jalan bhakti sejati
kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi beserta prabhava-Nya dengan
penuh pengabdian, memuja dan memuji, penyerahan diri secara tulus. Bila
seseorang pemuja dapat menyatukan dirinya dengan yang dipuja (Tuhan Yang Maha
Esa), yang bersangkutan dapat menikmati kebahagiaan dalam hidupnya. Kitab
Bhagawadgita menjelaskan sebagai berikut.
Bhaktyã mãm
abhijãnãti,
yãvãn yas cha ‘smi
tatvatah’,
tato tattvato mãm
jnãtvã
visate tadanantaram.
(Bhagawadgita, XVIII.55)
terjemahannya:
Dengan berbhakti kepada-Ku, ia
mengetahui siapa dan apa sesungguhnya Aku, dan dengan mengetahui hakekat-Ku, ia
mencapai Aku dikemudian hari (Pudja, 2004 : 434).
C.
Çloka
Ajaran Bhakti Sejati dalam Rāmāyana
Rāmāyana adalah
kitab suci Veda Smrti tergolong Upaveda
yang disebut Itihasa. Rāmāyana
sebagai Itihasa yang terdiri dari 7 Kanda dengan jumlah sloka sebanyak 24.000
buah stanza.
Ramãyana sebagai kitab suci Veda ditulis oleh Bhãgawan Walmiki. Menurut
tradisi, kejadian yang dilukiskan di dalam Ramãyana menggambarkan kehidupan
pada zaman Tretayuga tetapi menurut kritikus Barat berpendapat bahwa Ramãyana
sudah selesai ditulis sebelum tahun 500 S.M. Diduga ceritanya telah populer
tahun 3100 S.M.
Ramãyana
merupakan epos Aryanisasi yang ditulis dalam bentuk stanza, meliputi puluhan ribu buah stanza.
Penulisnya sendiri menamakannya puisi, akhyayana, gita dan samhita. Seluruh isi
dikelompokkan di dalam tujuh kanda yaitu; Kiskindha kanda, Sundara kanda,
Yuddha kanda dan Uttara kanda. Tiap-tiap kanda itu merupakan satu kejadian yang
menggambarkan ceritera yang menarik. Kitab ini dikenal sebagai Adikawya
sedangkan Walmiki dikenal sebagai Adikawi.
Banyak
gubahan ditulis dalam berbagai bentuk dalam versi baru seperti Ramãyanatatwapadika
ditulis oleh Maheswaratirtha, Amrtakataka oleh Sri Rama, Kekawin Rāmāyana
oleh Mpu Yogiswara, dan sebagainya. Tentang kedudukan Itihasa diantara Weda itu
disebutkan secara sepintas lalu saja di dalam Weda Sruti dimana di dalam Weda
Sruti kita jumpai istilah-istilah Akhyayana itu dimasukkan pula ke dalam
Itihasa. Itihasa berasal dari tiga kata yaitu Iti – ha – asa yang artinya
“Sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya”. Jadi Itihasa memuat unsur
sejarah yang memuat macam-macam isi. Rāmāyana
adalah sebuah epos yang menceritakan riwayat perjalanan Rāmā dalam hidupnya di dunia ini. Rāmā adalah tokoh utama dalam epos Rāmāyana yang disebutkan sebagai awatara Visnu. Kitab Purāna menyebutkan ada sepuluh awatara
Visnu, satu diantaranya adalah Rāmā.Menurut
kritikus Barat, Rāmāyana
dibandingkan sebagai kitab Illiad karya Homer.
Kitab
Ramayana adalah karya sastra yang
ditulis oleh Maharsi Walmiki, terbagi menjadi 7 ( tujuh ) bagian dengan istilah
” Sapta Kanda ” bagian-bagiannya antara lain :
1.
Bala kanda
Dalam cerita ini mengisahkan Sang Prabu Dasarata
mempunyai 3 ( tiga ) orang istri / permaisuri beserta dengan anak-anaknya yaitu
:
– Dewi
Kosalya dengan putra Sang Rama Dewa.
– Dewi
Kekayi dengan putra Sang Bharata.
– Dewi
Sumitra dengan putranya Sang Laksamana dan Sang Satrugna.
Juga diceritakan kemenangan Ramadewa mengikuti
sasembara di Matila sehinha mendapatkan istri Dewi Sita anak dari Prabu Janaka.
2.
Ayodya kanda
Setelah Sang Ramadewa berhasil memperistri Dewi
Sita, maka sepulang dari Matila Prabhu Dasarata ingin menyeraikan kerajaan
ayodya kepada Ramadewa , tetapi terhalang oleh Dewi Kekayi mengingat janjinya
di tengah hutan terdahulu . Karena bijaksananya Ramadewa keesokan harinya
perggi ke hutan dengan istrinya ( Dewi Sita ), diikuti oleh adiknya ” Sang
Laksamana “. Pada saat itu pula terdengar oleh Sang Bharata, akhirboya Bharata
menolak permintaan ibunya, langsung ke hvan mencari Ramadewa, karena satya
wacana ( setia pada perkataannya ) akhirnya Rama dewa menyerahkan terompah (
alas kaki ) sebagai simbul Sang Rama selama perjalanan ke hutan pertapa.
3.
Aranya kanda
Setelah sampai di hutan Citra Kuta , sering
dikunjungi para pertapa untuk meminta bantuan dari gangguan raksasa. Sempat
pula diganggu oleh raksasa surpanaka karena melihat ketampanan rama dan
laksamana, karena tidak sabar mendapatkan godaan, hidung surpanaka dipotong
oleh Laksamana. Karena kesalnya Surpanaka melapor kepada kakaknya yaitu
Rahwana. Akhirnya rahwana mengutus Marica untuk mematai-matai Rama dengan
berubah wujud menjadi Kijang mas. Sempat Ramadewa terseret oleh tipuan marica,
karena permintaan Sita yang menginginkan kijang itu, sedangkan Sita dijaga oleh
Laksamana . Karena tipuan marica juga membua Sita panik dan menyuruh Laksamana
membantu Ramadewa, ditinggalkah Sita sendiri tetapi dengan kekuatannya
Laksamana sempat membuat sengker / garis dengan kekuatan pelindung, sipapun
tidak akan bisa melewati termasuk dewa. Karena itu Rahwana berubah wujud
menjadi Bhiku untuk menarik simpati Sita. Akhirnya Sita keluar dari pelindung
yang dibuat Laksamana kemudian diculiklah Sita dan dibawa ke Alengka.
4.
Kiskinda kanda
Setelah Sita dilarikan oleh oleh Rahwana ke Alengka,
Rama dan Laksamana begitu tidak melihat Sita di pasraman langsung mencasinya ke
tengah hutan. Sampai di perjalanan bertemu dengan Burung Jatayu dalam keadaan
luka parah pada saat bertempur untuk merebut dan menolong Sita dari tangan
Rahwana. Akhirnya Jatayu memilih untuk mati, karena kebaikannya dia diberi
pengentas ke sorga oleh Ramadewa dengan sebuah panahnya. Kemudian melanjutkan
perjalanannya, bertemu Sugriwa untuk meminta banduan agar dapat mengalahkan
Subali dalam memperebutkan Dewi Tara. Ramadewa kemudian mebantu Sugriwa untuk
mengalahkan Subali dan dapat dikalahkan. Sugriwa setelah aman kemudian membantu
untuk membalas jasa, Rama dalam mencari Dewi Sita.
5.
Sundara kanda
Dalam pencarian Sita, Anoman diutus sebagai duta
untuk menyelidiki Sita ke Alengka, dia berhasil menemui Sita dan memberi cerita
bahwa segera dijemput ke Alengka. Selesai bercerita dengan Sita, Anoman sempat
ditangkap tetapi dengan kesaktianya melepaskan diri dan sempat membakar Alengka
sampai hangus.
Kemudian Anoman kembali melaporkan keadaan Sita
kepada Rama. Sugriwa langsung menyusun siasat agar dapat menyebrangi lautan ke
Alengka dengan membuat jembatan yang disebut dengan Titi Banda.
6.
Yudha kanda
Setelah jembatan Banda berhasil dibuat / dibangun,
Sugriwa mengerahkan pasukan keranya untuk menggempur Alengka. Pertempuran yang
sengit antara kedua pasukan, dan pertempupan yang hebat terjadi antara Rama dan
Rahwana , tetapi dimenangkan oleh Rama. Wibisana juga membantu. Mengingat jasa
Wibisana sangat besar akhirnya diangkat menjadi raja Alengka. Kemudian Rama,
Sita, dan Laksamana diiringi oleh tentara kera kembali ke Ayodya. Setibanya di
Ayodyapura disambut oleh sang Bharata dan langsung dinobatkan sebagai raja
Ayodya.
7.
Uttara kanda
Setibanya di kerajaan dan sudah lama memerintah ada
seorang rakyat menyangsikan keberadaan Sita waktu disekap oleh Rahwana.
Akhirnya Ramadewa menyuruh Laksamana untuk mengantarkan Sita ke hutan dan
dipungut oleh Maharesi Walmiki dalam keadaan mengandung.
Akhirnya tidak begitu lama Dewi Sita melahirkan dua
orang anak laki-laki kembar diberi nama Kura dan Lawa. Setelah besar dididik
oleh Maharesi Walmiki ilmu perang, ilmu pemerintahan, dan nyanyian Ramayana.
Setelah Kusa dan Lawa dewasa terdeogar di Ayodya diselenggarakan upacara ”
Aswameda ” yaitu pelepasan kuda berhias diiringi oleh prajurit, setiap yang
berani menghalangi perjalanan akan berhadapan dengan Ramadewa. Tanpa disadari
kuda itu melewati tempat Kusa dan Lawa. Kemudian melihat kuda berhias
dipeganglah kuda itu dan ditangkapnya . Terjadilah pertempuram sengit antara
Ramadewa dan Kusa Lawa, dan tidak ada yang menang atau kalah. Hal ini terliiat
lalu dihentikan oleh walmiki. Barulah diceritakan bahwa mereka berdua adalah
anak Rama. Diajaklah ke Ayodya dan dinobatkan sebagai raja Ayodya. Setelah
beberapa lama Ramadewa kembali ke Wisnuloka dan Sita kembali ke Ibu Pertiwi.
C.1. Nilai
- Nilai Dalam Cerita Ramayana
Dalam kitab Ramayana
terdapat suatu ajaran Sang Rama terhadap
adik musuhnya bernama Gunawan Wibisana yang menggantikan kakaknya, Rahwana,
setelah perang di Alengka. Ajaran itu dikenal dengan nama Asthabrata, (astha yang berarti
delapan dan brata yang berarti ajaran atau laku).
yang merupakan ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah
negara atau kerajaan, yaitu :
·
Bumi : artinya
sikap pemimpin bangsa harus meniru watak bumi atau momot-mengku bagi orang jawa, dimana bumi
adalah wadah untuk apa saja, baik atau buruk, yang diolahnya sehingga berguna
bagi kehidupan manusia.
· Air : artinya
jujur, bersih dan berwibawa, obat haus air maupun haus ilmu pengetahuan dan
haus kesejahteraan.
· Api : artinya
seorang pemimpin haruslah pemberi semangat terhadap rakyatnya, pemberi kekuatan
serta penghukum yang adil dan tegas.
· Angin : artinya
menghidupi dan menciptakan rasa sejuk bagi rakyatnya, selalu memperhatikan
celah-celah di tempat serumit apapun, bisa sangat lembut serta bersahaja dan
luwes, tapi juga bisa keras melebihi batas, selalu meladeni alam.
· Surya : artinya
pemberi panas, penerangan dan energie, sehingga tidak mungkin ada kehidupan
tanpa surya/matahari, mengatur waktu secara disiplin.
· Rembulan : artinya
bulan adalah pemberi kedamaian dan kebahagiaan, penuh kasih sayang dan
berwibawa, tapi juga mencekam dan seram, tidak mengancam tapi disegani.
· Lintang : artinya
pemberi harapan-harapan baik kepada rakyatnya setinggi bintang dilangit, tapi
rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, disamping harus mengakui
kelebihan-kelebihan orang lain.
·
Mendung : artinya
pemberi perlindungan dan payung, berpandangan tidak sempit, banyak
pengetahuannya tentang hidup dan kehidupan, tidak mudak menerima laporan asal
membuat senang, suka memberi hadiah bagi yang berprestasi dan menghukum dengan
adil bagi pelanggar hukum.
C.2. Nilai-Nilai
Yadnya Dalam Epos Ramayana
Dalam Ramayana dikisahkan Raja Dasaratha melaksanakan Homa yadnya untuk
memohon keturunan. Beliau meminta Rsi
Resyasrengga sebagai purohita untuk melakukan pemujaan kepada dewa siwa dalam
upacara agnihotra. (Homa yadnya atau sering disebut agnihotra. Agnihotra berasal dari kata sansekerta dimana
terdiri dari dua kata yaitu agni dan hotra. Agni adalah api dan hotra adalah
penyucian. Jadi Agnihotra dalam pengertian leksikal yang dimaksud
persembahan suci kepada Sang Hyang Agni (api suci) teristimewa adalah persembahan susu, minyak susu
dan susu asam. Ada dua macam
Agnihotra yaitu yang dilakukan secara rutin (konstan) umumnya 2 kali sehari
pagi dan sore (nitya atau nityakāla) dan Agnihotra yang dilakukan secara
insidental (kāmya atau naimitikakāla). Secara umum semua yadnya dalam
veda mempunyai arti sama yaitu agnihotra. Sebab pengertian yadnya dalam veda
adalah persembahan yang dituangkan ke dalam api suci. Api suci yang dimaksud
adalah api yang dihidupkan dan dikobarkan dalam kunda. Kunda adalah lambang
pengorbanan).
1.
Dewa Yadnya
adalah yadnya yang dipersembahkan kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa beserta seluruh
manifestasinya. Dalam cerita Ramayana banyak terurai hakikat dewa yadnya dalam
perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan Homa Yadnya (agnihotra) yang
dilaksanakan oleh prabu Dasaratha. Upacara ini dimaknai sebagai upaya penyucian
melalui perantara dewa agni. Jika istadewatanya bukan dewa agni, sesuai dengan
tujuan yajamana, maka upacara ini dinamai homa yadnya. Istilah lainnya Hawana dan Huta mengingat para dewa diyakini sebagai
penghuni svahloka, maka sudah selayaknya yadnya yang dilakukan umat manusia
melibatkan sirkulasi langit dan bumi.
2. Pitra
Yadnya
upacara ini bertujuan untuk menghormati dan
memuja leluhur. Kata pitra bersinonim dengan Pita yang artinya ayah atau dalam
pengertian yang lebih luas yaitu orang tua. Sebagai umat manusia yang beradab,
hendaknya selalu berbakti kepada orang tua, karena menurut agama hindu hal ini
adalah salah satu bentuk yadnya yang utama. Betapa durhakanya seseorang apabila
berani dan tidak bisa menunjukkan rasa baktinya kepada orang tua sebagai pitra.
Seperti dalam Ramayana, dimana Sri Rama sebagai tokoh utama dengan segenap
kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahan tetap menunjukkan rasa bhakti yang
tinggi terhadap orang tuanya.
Dari kutipan lontar tersebut tampak jelas nilai
pitra yadnya yang termuat dalam epos Ramayana demi memenuhi janji orang tuanya
(Raja Dasaratha), sri rama Laksmana dan dewi Sita mau menerima perintah dari
sang Raja Dsaratha untuk pergi hidup di hutan meninggalkan kekuasaannya sebagai
raja di Ayodhya. Walaupun itu bukan merupakan keinginan Raja Dasaratha dan
hanya sebagai bentuk janji seorang raja terhadap istrinya Dewi Kaikeyi, Sri
Rama secara tulus dan ikhlas menjalankan perintah orang tuanya tersebut.
Bersana istri dan adiknya Laksmana hidup mengembara di hutan selama
bertahun-tahun. Betapa kuat , pintar dan gagahnya sorang anak hendaknya selalu
mampu menunjukkan sujud baktinya kepada orang tua atas jasnya telah memelihara
dan menghidupi anak tersebut.
3. Manusa
Yadnya
Dalam rumusan kitab suci veda dan sastra Hindu
lainnya, Manusa Yadnya atau Nara Yadnya itu adalah memberi makan pada
masyarakat (maweh apangan ring Kraman) dan melayani tamu dalam upacara (athiti
puja). Namun dalam penerapannya di Bali, upacara Manusa yadnya tergolong sarira
samskara. Inti sarira samskara adalah peningkatan kualitas manusia. Manusa
yadnya di Bali dilakukan sejak bayi masih berada dalam kandungan upacara
pawiwahan atau upacara perkawinan. Pada cerita Ramayana juga tampak jelas
bagaimana nilai Manusa Yadnya yang termuat di dalam uraian kisahnya. Hal ini
dapat dilihat pada kisah yang menceritakan Sri Rama mempersunting Dewi Sita.
4. Rsi
Yadnya
itu adalah menghormati dan memuja Rsi atau
pendeta. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan, Rsi Yadnya ngaranya kapujan
ring pandeta sang wruh ring kalingganing dadi wang, artinya Rsi yadnya adalah
berbakti pada pendeta dan pada orang yang tahu hakikat diri menjadi manusia.
Dengan demikian melayani pendeta sehari-hari maupun saat-saat beliau memimpin
upacara tergolong Rsi Yadnya.
Pada kisah Ramayana, nilai-nilai Rsi Yadnya dapat
dijumpai pada beberapa bagian dimana para tokoh dalam alur ceritanya sangat
menghormati para Rsi sebagai pemimpin keagamaan, penasehat kerajaan, dan guru
kerohanian.
5. Bhuta Yadnya
Upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk
nyomia butha kala atau berbagai kekuatan negative yang dipandang dapat
mengganggu kehidupan manusia. Bhuta yadnya pada hakikatnya bertujuan untuk
mewujudkan butha kala menjadi butha hita. Butha hita artinya menyejahterakan
dan melestarikan alam lingkungan (sarwaprani) upacara butha yadnya yang lebih
cenderung untuk nyomia atau mendamaikan atau menetralisir kekuatan-kekuatan
negative agar tidak mengganggu kehidupan umat manusia dan bahkan diharapkan
membantu umat manusia.
Nilai-nilai bhuta yadnya juga Nampak jelas
pada uraian kisah epos Ramayana, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan Homa
Yadnya sebagai yadnya yang utama juga diiringi dengan ritual Bguta Yadnya untuk
menetralisir kekuatan negative sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera.
Adapun sloka-sloka kitab Rāmāyana yang
memuat ajaran Ajaran
Bhakti Sejati, Antara lain;
Tatkālān kadi kālamrètyu sakalātyanteng galak yar pamuk,
yekāngsōnira sang raghūttama tumāt sang laksmanāngimbangi,
lawan sang gunawān wibhāsana padāmèntang laras nirbhaya,
rangkèp ring guna agraning kekawihan agreng kawìran sire,
Terjemahannya:
Tatkala sang Rāwāna berwujud Malaikat maut, ia mengamuk dengan galaknya.
Pada waktu itu sang Rāmā maju beserta Laksamana mendampinginya, disertai sang Wibisāna yang bijaksana. Mereka bersama menarik busur dan sama
sekali tiada gentar, karena kesempurnaan ilmu, kemampuan dan keperwiraannya(Kw. Rāmāyana, III.XXIV.1).
Kesatrya: Rāmā selalu tampil sebagai pemberani dalam membela
kebenaran yang sejati
Ajaran Bhakti Sejati
kesatrya yang
utama dilaksanakan oleh Rāmā dalam bait
sloka Rāmāyana III .XXIV.1 adalah Rama sebagai seorang raja gagah
berani dalam mengadapi musuh-musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan
sifat dan sikap gagah berani, pantang menyerah dihadapan musuhnya. Sebagai
seorang kesatrya sejati
Rama tidak pernah mundur dalam menegakan dharma Negara. Rama rela mengorbankan
jiwa dan raganya demi keutuhan wilayah Negaranya. Demikian juga sifat
dan sikap kesatrya sejati
tersebut di tunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana. Wibhisana
sebagai seorang kesatrya sejati yang cerdas dan mempuni dibidang
perang dengan anak panahnya dengan sangat mudah dapat menggempur musuh-usuhnya
ikut bersama Rama mempertahankan Negaranya dari rongrongan musuhnya yakni Rahwana. Rama dan Pangeran
Wibhisana adalah putra ayodhya yang cerdas, pintar, cekatan dan trampil dalam
bela Negara. Kedua Pangeran (Rama dan Wibhisana) tampil di medan pertempuran
dengan sikap kesatrya sejati
abdi kerajaan.
sangso sang tiga dewata tripurusa pratyaksa mawak katon,
sanghyang tryagni murub padanira dilah tulya manah tan
padem,
mangkin dhira aho ahangkretinika, sang krura lengkadhipa,
tar kewran lumageng tigangwang amanah manang manah nimna ya.
Terjemahannya:
Ketika ketiganya maju, kelihatannya seperti sang Hyang
Tripurusa nyarantara (berwujudsakala). Seperti cahaya Sang Hyang Tri Agni yang
berkobar-kobar, demikianlah semangat mereka tiada pernah padam. Ah, prabhu
Lengka yangkejam itu, semakin berani, sangat mementingian diri pribadi. Tidak
disulitkanmemerangi ke tiga orang itu; segera ia memanah, pikirannya tetap
sombongdan sangat mendalam(Kw.
Rāmāyana, III.XXIV.2).
Persatuan: Rama selalu bersatu dalam membela kebenaran
yang sejati
Ajaran Bhakti Sejati
Persatuan; Rāmā
selalu mengutamakan persatuan dalam membela kebenaran untuk mempertahankan
Negara dan membela rakyat yang dipimpinnya selalu mengutamakan persatuan
sebagai tertulis dalam bait sloka Rāmāyana III.XXIV.2
adalah Rama sebagai seorang raja gagah
berani dalam mengadapi musuh-musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan
sifat dan sikap bersatu, pantang menyerah dihadapan musuhnya. Sebagai seorang pemersatu sejati
Rama tidak pernah mundur dalam menegakan dharma Negara. Rama rela mengorbankan
jiwa dan raganya demi keutuhan wilayah Negara yang dipimpinnya. Demikian juga
sifat dan sikap persatuan sejati
tersebut di tunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana. Wibhisana
sebagai seorang kesatrya sejati
yang cerdas dan mempuni dibidang perang dengan anak panahnya dengan sangat
mudah dapat menggempur musuh-usuhnya ikut bersama Rama mempertahankan Negaranya
dari rongrongan musuhnya yakni Rahwana.
Rama dan Pangeran Wibhisana adalah putra ayodhya yang cerdas, pintar, cekatan
dan trampil dalam bela Negara. Kedua Pangeran (Rama dan Wibhisana) tampil di
medan pertempuran dengan sikap persatuan
yang sejati
abdi kerajaan.
Na tojarnira
niccayanglepasaken tekang lipung tan luput,
limpad pyahnirangarya
laksmana tiba tibranangis tang kaka,
acasu sira sang
kapindra kapegannambeknikang wre kabeh,
nton sang Laksmana
murcitangesah asih sang siddha mungguwing langit.
Terjemahannya
:
Demikianlah
perkataanya, dengan penuh keyakinan dia melepaskan lembingnya dan mengena.
Tembus lambung sang Laksmana, dan iapun jatuhlah. Kakanya menagis dengan sedihnya.
Sang Sugriwa sedih, menggeram; kera, semua pikirannya kusut menyaksikan sang
Laksmana pingsan. Para Siddha (mahluk setengah dewa) yang dilangit gelisah,
kasihan kepada sang Laksmana (Kw. Rāmāyana, III.XXIV.9).
Kasih sayang: Rama selalu bersikap kasih sayang dalam
membela kebenaran yang sejati
Ajaran Bhakti Sejati
Kasih sayang; Rāmā selalu
mengutamakan Kasih sayang dalam membela kebenaran untuk mempertahankan Negara
dan membela rakyat yang dipimpinnya selalu mengutamakan Kasih sayang sebagai
tertulis dalam bait sloka Rāmāyana III.XXIV.9 adalah Rama sebagai seorang raja gagah
berani dalam mengadapi musuh-musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan
sifat dan sikap bersatu, pantang menyerah dihadapan musuhnya. Sebagai seorang
bersikap Kasih saying sejati
Rama tidak pernah mundur dalam menegakan dharma Negara. Rama rela mengorbankan
jiwa dan raganya demi keutuhan wilayah Negara yang dipimpinnya. Demikian juga
sifat dan sikap Kasih sayang sejati
tersebut di tunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana, Sang Laksamana, Sang Sugriwa, dan Para Sidha. Wibhisana sebagai seorang kesatrya sejati
yang cerdas dan mempuni dibidang perang dengan anak panahnya dengan sangat
mudah dapat menggempur musuh-usuhnya ikut bersama Rama mempertahankan Negaranya
dari rongrongan musuhnya yakni Rahwana.
Rama dan Pangeran Wibhisana adalah putra ayodhya yang cerdas, pintar, cekatan
dan trampil dalam bela Negara. Kedua Pangeran (Rama dan Wibhisana) tampil
dimedan pertempuran dengan sikap kasih
sayang yan gsejati
abdi kerajaan.
prajna sang kinawih
wibhisana wawang pundut ta sang laksmana,
mundur mur sakareng
watekta ikanang kontaralap ngosadhi,
pohikang kani
nirwikara mabangun sang laksmananganjali,
sakweh sang manangis
mingis mari maruk manghruk watek wanara.
Terjemahaannya:
Wibhisana yang
bijaksana dan ahli segera memikul sang Laksmana. Ia kemudian mundur dan pergi
sebentar; kemudian ia menarik lembing itu dan diambilnya obat; diperasi
lukanya; tanpa cacad Laksmana bangun dan terus menyembah. Segala yang menangis
menyeringai, berhati sedih, dan berteriaklah kera-kera itu (Kw. Rāmāyana, III.XXIV.10).
Bantu-membantu: Rama selalu bersatu dalam membela
kebenaran yang sejati
Ajaran Bhakti Sejati
Bantu-membantu; Rāmā
selalu mengutamakan kebersamaan dalam membela kebenaran untuk mempertahankan
Negara dan membela rakyat yang dipimpinnya selalu mengutamakan kebersamaan
sebagai tertulis dalam bait sloka Rāmāyana III.XXIV.10adalah
Rama sebagai seorang raja mengutamakan kebersamaan dalam mengadapi
musuh-musuhnya yang ingin merusak kerajaannya dengan sifat dan sikap
kebersamaan, pantang menyerah dihadapan musuhnya. Sebagai seorang mengutamakan kerjasama Rama tidak pernah
mundur dalam menegakan dharma Negara. Rama rela mengorbankan jiwa dan raganya
demi keutuhan wilayah Negara yang dipimpinnya. Demikian juga sifat dan sikap kebersamaan sejati
tersebut di tunjukkan oleh adiknya, Pangeran Wibhisana, bersama Sang Laksmana. Wibhisana sebagai seorang penolong sejati
yang cerdas dan mempuni dibidang perang dan pengobatan dengan lembingnya dengan
sangat mudah dapat menggempur musuh-usuhnya ikut bersama Rama mempertahankan
Negaranya dari rongrongan musuhnya yakni Rahwana.
Rama dan Pangeran Wibhisana, Sang Laksmana adalah putra ayodhya yang cerdas,
pintar, cekatan dan trampil dalam bela Negara. Ketiga Pangeran (Rama dan
Wibhisana, Laksamana) tampil di medan pertempuran dengan sikap kebersamaan yangsejati abdi kerajaan.
Sloka-sloka kitab Ramayana
yang berhubungan dengan ajaran bhakti sejati yang tersurat diatas hanya baru
sebagian kecil dari jumlahnya sebanyak 24.000 stanza. Selanjutnya masih banyak
yang perlu digali lebih jauh untuk pembelajaran pembentukan sifat dan sikap
yang berhubungan dengan ajaran bhakti sejati untuk dipedomani oleh umat
sedharma.
D. Bentuk penerapan Bhakti
Sejati dalam Kehidupan
Berikut ini dapat dipaparkan
bentuk-bentuk penerapan ajaran bhakti sujati, sebagai berikut;
1.
Mendengarkan sesuatu dengan baik “Srawanam”
Arah
gerak vertikal dari bhakti adalah umat
mau dan mampu mendengar. Dalam hal ini
masyarakat hendaknya meyakini dan mendengarkan sabda-sabda suci dari Tuhan baik
yang tersurat maupun tersirat dalam kitab suci atau aturan-aturan keimanan,
aturan kebajikan dan aturan upacara.
Sedangkan arah gerak
horizontal, bhakti untuk mendengar
ini hendaknya masyarakat dalam hidup dan kehidupannya selalu menanamkan rasa
bhakti untuk mau belajar
mendengarkan nasehat dan menghormati pendapat orang lain serta belajar untuk
menyimak atau mendengarkan pewartaan tentang sesamanya dan lingkungannya.
Sifat
dan sikap ini akan dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga
itu, seperti; sifat, sikap dan karakter saling hormat-menghormati, sujud, cinta
kasih sayang, pengabdian, pelayanan, berfikir yang baik dan suci, berkata yang
baik dan suci, berbuat yang baik dan suci serta teguh dalam melaksanakan
disiplin spiritual.
2.
Bersyukur
(mensyukhuri atas anugrah-Nya) “Vedanam”.
Dalam
ajaran ini Vedanam berarti bagaimana cara kita bersyukur
terhadap keberadaan diri kita. Maksudnya disini, kita hidup di dunia ini adalah
sebagai ciptaan Tuhan yang lahir karena karma yang kita buat terdahulu. Umat
Hindu telah meyakini hal tersebut. Jadi bagaimanapun keadaan kita dilahirkan di
Bumi ini, kita harus tetap bersyukur dan bhakti kepada-Nya. Kita anggap apa
saja yang kita miliki, kita punya, nikmati dll, itu semua adalah atas
karunianya. Sehingga jika semua umat menyadari hal ini yaitu ajaran Vedanam,
niscaya kehidupannya yang dijalani akan terasa indah dan tanpa beban. Ingat
kita terlahir menjadi manusia adalah utama, yang artinya kita bisa memperbaiki
dan menyelamatkan diri kita sendiri dari perputaran kelahiran
kembali/punarbhawa.
3.
Menembangkan, melantumkan, menyanyikan gita/kidung “Kirtanam”.
Kirtanam,
adalah bhakti dengan jalan melantunkan Gita (nyayian atau kidung suci memuja
dan memuji nama suci dan kebesaran Tuhan), bhakti ini juga di arahkan menjadi
dua arah gerak vertical maupun arah gerak horizontal. Arah gerak vertical
melakukan bhakti kirtanam untuk menumbuhkan dan membangkitkan nilai-nilai
spiritual yang ada dalam jiwa setiap individu manusia, dengan bangkitnya
spiritual dalam setiap individu akan dapat meredam melakukan pengendalian diri
dengan baik, jiwa lebih tenang, tentram dan tercerahi, sistuasi dan kondisi ini
akan dapat membantu keluar dari kekusutan mental dan kegelapan jiwa. Sehingga
dapat dijadikan modal dasar untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan
individual yang damai dan bahagia.
Arah
gerak horizontal masyarakat manusia berusaha selalu untuk melantunkan bhakti
kirtanam yang dapat menyejukan perasaan hati orang lain dan lingkungannya.
Kepada sesama atau anggota masyarakat yang lainnya tidak hanya melantunkan atau
melontarkan kritikan dan cemohan tetapi selalu belajar untuk melatih diri untuk
memberikan saran, solusi yang terbaik bagi kepentingan bersama dalam
keberagamaan, kehidupan sehari-hari tentang kemanusiaan, kebersamaan, persatuan
dan perdamaian, serta memberikan pengakuan dan penghargaan atau pujian akan
keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai terhadap sesama atau anggota
masyarakat manusia yang lain.
4.
Selalu mengingat nama Tuhan “Smaranam”.
Smaranam, adalah bhakti dengan jalan mengingat. Arah gerak vertical
dari bhakti ini adalah dalam menjalani dan menata kehidupan ini masyarakat
manusia sepatutnya selalu melatih diri untuk mengingat, mengingat nama-nama
suci Tuhan dengan segala Kemahakuasaaannya, dan selalu untuk melatih diri untuk
mengingat tentang intruksi dan pesan atau amanat dari sabda suci Tuhan kepada
umat manusia yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau pegangan hidup dalam
hidup di dunia dan di alam sunya (akhirat) nanti.
Arah gerak secara horizontal dari bhakti ini apabila
dikaitkan dengan isu-isu pluralisme, kemanusiaan, perdamaian, demokrasi dan
gender maka sepatutnya masyarakat manusia selalu berusaha untuk mengingat
kembali tragedi dan penderitaan kemanusiaan, musibah dan bencana alam, dll,
yang diakibatkan oleh konflik-konflik atau pertikaian, kesewenang-wenangan,
diskriminasi, dan tindakan kekerasan yang lainnya antara individu yang satu
dengan individu yang lain ataupun antara kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain yang tidak atau kurang memahami dan menghargai indahnya sebuah
kebhinekaan dan pluralisme.
Harapannya dengan mengingat tragedi, penderitaan, musibah dan
bencana yang diakibatkan itu masyarakat manusia selalu mewartakan dan
mengingatnya sebagai bekal untuk mengevaluasi dan merepleksi diri akan indahnya
kebhinekaan dan pluralisme apabila masyarakat manusia mampu mengkemasnya dalam
satu bingkai yaitu bingkai kebersamaan, persatuan dan kedamaian. Iklim saling
bhakti Smaranam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang ditanamkan
di awali dilingkungan keluarga sehingga tumbuh karakter Ketuhanan dalam setiap
anggota keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan
sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.
5.
Menyembah,
sujud, hormat di Kaki Padma “Padasevanam”.
Padasevanam
artinya “melayani”. Dalam artian bagaimana cara kita melayani mahkluk lain. Padasevanam meyakini bahwa mahkluk lain
yang ada ini adalah sebagai perwujudan Tuhan. Misalkan saja jika kita dapat
melayani orang lain baik itu orang yang lagi sakit, tertimpa musibah, dan orang
yang lagi membutuhkan sebuah pertolongan, itu sudah disebut dengan Padasevanam. Dalam kehidupan ini masih
ada orang yang belum bisa dan belum dapat mengaplikasikan ajaran Nawa Wida
Bakti yang di sebut dengan Padasevanam
ini.
Padasevanam,
adalah bhakti dengan jalan menyembah, sujud, hormat di Kaki Padma. Arah gerak
vertikal dalam bhakti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata
kehidupannya sepatutnya selalu sujud dan hormat kepada Tuhan, hormat dan sujud
terhadap intruksi dan pesan/amanat dari hukum Tuhan (rtam). Arah gerak
horizontal masyarakat manusia untuk selalu belajar dan menumbuhkan kesadaran
untuk menghormati para pahlawan dan pendahulunya, pemerintah dan peraturan
perundang-undangan yang telah dijadikan dan disepakati sebagai sumber hukum, para
pemimpin, para orang tua dan yang tidak kalah penting juga hormat/sujud kepada
ibu pertiwi. Karena dengan adanya kesadaran untuk saling menghormati inilah
kita akan bisa hidup berdampingan dalam kebhinekaan dan pluralisme, sehingga
terwujud kebersamaan, perastuan, kesalehan dan keharmonisan sosial. Iklim
saling bhakti padasevanam ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat kita sehingga sejak dini semestinya ditanamkan untuk
menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai modal dasar guna
mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial
kemasyarakatannya.
6.
Bersahabat dengan Tuhan “Sukhyanam”.
Sukhyanam, artinya adalah, memperlakukan pujaannya/Tuhan sebagai sahabat dan keluarga. Disini
kalau kita cari intinya sekali bahwa jika kita menganggap Tuhan itu adalah
teman atau keluarga, pasti rasa hormat dan bhakti yang kita miliki menjadi
lebih besar. Ini menumbuhkan rasa senang dan rasa memiliki yang sangat besar terhadap-Nya.
Dengan rasa senang dan rasa memiliki Tuhan, kita akan terus menerus setiap saat
akan memuja keagungan dan kemurahan beliau.
Kita
akan merasa lebih dekat dengan-Nya, jadi jika hal ini kita aplikasikan, Tuhan
itu akan disadari selalu ada didalam kegiatan keseharian kita. Penerapan semua
jalan Nawa Wida Bhakti ini bisa menjadi proses penyatuan atau proses kembalinya
kita ke asal semula yaitu Tuhan.
Sukhyanam, adalah
bhakti dengan jalan kasih persahabatan, mentaati hukum dan tidak merusak sistim
hukum. Baik arah gerak vertical dan horizontal, baik dalam kehidupan matrial
dan spiritual (jasmani dan rohani) masyarakat manusia agar selalu berusaha
melatih diri untuk tidak merusak sistim hukum, dan selalu dijalan kasih persahabatan.
Iklim saling bhakti
Sukhanyam ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat kita untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari
lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai
modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan
sosial kemasyarakatannya
7. Berpasrah
diri memuja para bhatara-bhatari dan para dewa sebagai manifestasi Tuhan “Dahsyam”.
Berpasrah
diri dihadapan para bhatara-bhatari sebagai pelindung dan para dewa sebagai
sinar suci Tuhan untuk memohon keselamatan dan sinarnya disetiap saat adalah
sifat dan sikap yang sangat baik. Dahsyam,
adalah bhakti dengan jalan mengabdi, pelayanan, dan cinta kasih sayang dengan
tulus ikhlas terhadap Tuhan.
Arah
gerak vertical dari bahkti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata
kehidupannya, untuk selalu melatih diri dan secara tulus ikhlas untuk
mengahturkan mengabdikan, pelayanan kepada Tuhan, karena hanya kepada Beliaulah
umat manusia dan seluruh sekalian alam beserta isinya berpasrah diri memohon
segalanya apa yang harapkan untuk mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat.
Arah
gerak horizontal masyarakat manusia kepada sesama dan lingkungan hidupnya untuk
selalu mengabdi, memberikan pelayanan dan cinta kasih sayang dengan tulus
ikhlas untuk kepentingan bersama tentang kemanusiaan, kelestarian lingkungan
hidup dan kedamaian di tengah-tengah kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara. Iklim saling bhakti Dasyam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat
manusia baik dilingkungan keluarga lebih-lebih dikehidupan sosial
kemasyarakatannya.
Dahsyam
artinya menganggap pujaannya sebagai tamu, majikan dan kita sebagai pelayan.
Dahsyam meyakini bahwa tamu yang hadir dihadapannya atau yang ada ini adalah sebagai
perwujudan Tuhan. Didalam menempuh kehidupan yang tentunya sangat utama ini,
jika kita tidak menyadari “Dahsyam”,
sepertinya rasa bhakti yang kita miliki terhadap-Nya itu sangat kecil dan hanya
seberapa saja. Mestinya jika kita yakin bahwa kita adalah ciptaan-Nya, kita
juga harus bisa menyadari Tuhan itulah yang harus kita layani dan sembah.
Pelayanan tulus iklas dengan perasaan tunduk hati kepada Tuhan pahalanya sangat
besar. Mulai saat ini kita harus yakin bahwa apapun yang kita kerjakan dan apapun
yang kita miliki itu semua adalah dinikmati oleh Tuhan itu sendiri. Jadi dengan
jalan bhakti terhadap-Nya kita bisa melakukan Pelayanan yang bersifat rohani.
Seperti misalnya contoh umum kita lihat pada asram-asram pemujaan Tuhan itu
sendiri dalam wujud personifikasi yang diyakini sebagai personalitas tertinggi
Tuhan, yang didalamnya terdapat orang-orang yang sedang melakukan Pelayanan dan
mempelajari Kitab Sucinya. Kalau bisa kita telusuri Pelayanan bhaktinya sangat
tinggi terhadap Arca, Guru Kerohanian, Penyembah Tuhan dll. Itulah perlu kita
tingkatkan pada masa hidup dijaman Kaliyuga ini.
8.
Memuja Tuhan dengan sarana arca “Arcanam”.
Arcanam,
adalah bhakti dengan jalan perhormatan terhadap simbol-simbol atau nyasa Tuhan
seperti membuat Pura, Arca, Pratima, Pelinggih, dll, bhakti penguatan iman dan
taqwa, menghaturkan dan pemberian persembahan terhadap Tuhan.
Arah
gerak vertikal masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya untuk
selalu menghaturkan dan menunjukan rasa hormat, sujud, cintakasih sayang,
pelayanan, pengabdian kepada Tuhan dengan iman dan taqwa kuat dan teguh dengan
jalan menghaturkan sebuah persembahan sebagai bentuk ucapan terimakasih atas
tuntunan, bimbingan, perlindungan, kekuatan, kesehatan dan setiap anugrah yang
diberikan Tuhan kepada seluruh sekalian alam.
Arah
gerak horizontal masyarakat manusia terutama kepada sesama dan lingkungannya
dalam kehidupannya untuk selalu belajar untuk memberikan pelayanan, pengabdian,
cinta kasih sayang, penguatan dan pemberian penghargaan kepada orang lain.
Contoh, Pemerintah, pemimpin dan atau anggota masyarakat hendaknya memberikan
pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan penghargaan kepada pemerintah dan
pemimpinnya demikian pula sebaliknya kepada dan oleh rakyatnya yang telah
menunjukan dedikasinya tinggi terhadap segala aspek kehidupan demi kemajuan dan
perbaikan situasi dan kondisi bersama dan sekalian alam tentang kemanusiaan,
kelestarian lingkungan dan perdamaian. Karena pemimpin yang baik menghargai
rakyatnya, demikian juga sebaliknya. Iklim saling bhakti Arcanam ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat manusia di lingkungan keluarga dan dikehidupan
masyarakat umum. Hal ini akan dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari
lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai
modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan
sosial kemasyarakatannya.
Arcanam
ini artinya “bhakti dengan memuja Arca”. Maksudnya disini yakni bhakti dengan
cara memuja pratima sebagai media penghubung dan penghayatan kepada Tuhan. Kita
ketahui bersama bahwa Tuhan itu bersifat abstrak/nirguna, susah kita menebak
dan menghayalkan perwujudan tuhan karena sesungguhnya tuhan itu tak berwujud.
Jadi untuk menguatkan keyakinan kita kehadapannya, kita diberi jalan memuja-Nya
dengan mewujudkan beliau ataupun manifestasi beliau dengan Arca. Dengan jalan
ini, jika rasa bhakti yang kita miliki untuk-Nya sangatlah besar tidak
dipungkiri lagi kita melayani dan menyembah Tuhan melalui perwujudan suci yang
disebut dengan Arca akan menjadi lebih nyata dan memberikan perasaan rohani
yang sangat dalam.
9.
Berpasrah total kepada
Tuhan “Sevanam atau Atmanividanam”.
Sevanam atau Atmanividanam
adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas
kepada Tuhan. Arah gerak vertikal dan horizontal dari bhakti ini masyarakat kita
selalu berpasrah diri dengan kesadaran dan keyakinan yang mantap untuk selalu
berjalan di jalan Tuhan, berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas
kepada Tuhan, sesama dan lingkungan hidupnya atau kepada ibu pertiwi, baik
dalam kehidupan duniawi (nyata) maupun kehidupan sunya (niskala). Iklim saling
bhakti Atmanivedanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik dalam
kehidupan sosial dan kehidupan spiritualnya.
Atmanividanam
yang artinya bhakti dengan kepasrahan total kepada Tuhan. Tahapan ini adalah
tahapan terakhir dalam ajaran suci Nawa Wida Bhakti. Dalam perjalanan kehidupan
manusia pada zaman Kali Yuga ini, jalan Atmanividanam yang dianggap sulit untuk
diaplikasikan karena kuatnya ikatan material yang mengikat dirinya. Mulailah
kita melakukan pelayanan dan mempersembahkan apapun yang kita miliki, kita
terima, nikmati dan lain-lain
itu hanya untuk-Nya. Karena hanya beliaulah yang pada akhirnya sebagai penikmat
segalanya. Baik itu adalah kebahagiaan dan penderitaan kita harus bisa
mempersembahkannya untuk-Nya.
❤.
BalasHapusMana bakti marga yoga dalam cerita ramayana
HapusHallo
Hapusyo
HapusApakah yang dimaksud bhakti sejati dalam kitab Ramayana?
HapusSuksma
BalasHapusMany Thanks for the shared this informative and interesting post with me.
BalasHapusrun3io |run3mods|run3 unblocked 2020|zombsio mods 2020
Makasi, sangat bermanfaat
BalasHapus🙏 terima kasih
BalasHapusSukseme
BalasHapusSuksme sangat membantu 🙏
BalasHapuskelazz, suksma
BalasHapusWujud asli penyimak
BalasHapusDiatas w ada SUNDA
BalasHapusZaman terjadinya epos Ramayana menurut catur Yuga?
BalasHapusizin bertanya, perbedaan antara ramayana versi walmiki dan batikavya apa nggih? lalu kakawin ramayana sendiri terinspirasi dari versi yang mana? terimakasih
BalasHapus